Terseret Skandal Pelecehan Seksual, Reputasi K-Pop Terancam
A
A
A
SEOUL - Industri hiburan Korea Selatan (Korsel) sedang terguncang. Kondisi ini terjadi setelah musisi dan aktor beken seperti Seungri Big-bang dan Jung Joon-young terseret skandal pelecehan seksual, prostitusi, dan penyalahgunaan narkoba. Hal tersebut secara langsung meng ancam reputasi K-pop yang selama ini men jadi brand ambassador Negeri Gin seng tersebut.
Bahkan apa yang tengah terjadi juga memengaruhi produk domestik bruto (PDB) Korsel. Sebab, seiring melejitnya K-pop sebagai salah satu fenomena budaya terbesar yang menerpa Asia sejak 1999, K-pop membawa dampak nyata terhadap perekonomian negeri tersebut. Lembaga Pemerintah Korsel mengestimasi K-pop menyumbangkan lebih dari USD11 miliar terhadap ekonomi Korsel pada 2014 atau berkontribusi sebesar 0,2% terhadap PDB Korsel.
Kekhawatiran bahwa skandal K-pop akan turut memengaruhi perekonomian Korsel disampaikan pakar musik Bernie Cho. Karena itu setiap pelanggaran yang melibatkan mereka, termasuk kesalahan kecil pun, pasti ada sanksi yang dijatuhkan label dan mereka yang melakukan kesalahan akan dipaksa menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
“Sebab skandal itu tidak hanya mengguncang industri hiburan, tapi juga finansial. Banyak perusahaan Korsel yang kehilangan nilai saham,” ujar Bernie Cho. Berdasar riset yang dilakukan Hyundai Research Institute (HRI), sumbangan pendapatan K-pop terhadap Korsel pada tahun lalu dipimpin boyband dan girlband.
Boyband BTS sukses menyumbangkan sekitar 4,1 triliun won (Rp52,6 triliun, kurs Rp12,8 perwon) per tahun terhadap perekonomian Korsel. Angka itu setara dengan total penjualan gabungan tahunan 26 perusahaan kelas menengah di negara tersebut. Riset lembaga itu juga mengungkapkan, satu dari 13 wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Korsel pada 2017 adalah penggemar BTS.
Mereka datang berkelompok dari berbagai negara untuk menonton konser Bangtan Boys itu. “Sebanyak 800.000 turis asing atau 7% dari total 10,4 juta wisman diyakini memilih Korsel sebagai destinasi wisata karena BTS,” ungkap HRI seperti dikutip channelnewsasia.com .
Selain itu BTS mendorong nilai ekspor Korsel sebesar USD1,1 miliar atau 1,7% dari total ekspor USD65,2 miliar untuk pakaian, kosmetik, dan makanan. HRI memprediksi dampak ekonomi yang ditimbulkan dapat mencapai 41,8 triliun won (Rp536,5 triliun) dalam 10 tahun ke depan jika BTS mampu menjaga prestasi, citra, pamor, dan popularitas. Saat ini reputasi BTS naik.
Boyband beranggotakan tujuh orang itu memuncaki tangga nada album di Amerika Serikat (AS). Atas besarnya dampak ekonomi K-pop tersebut, selama ini Pemerintah Korsel memberikan dukungan penuh kepada mereka. Direktur Jenderal Pariwisata Korsel Kim Gwang-soo mengatakan K-pop dan K-drama telah memberikan keuntungan besar terhadap kepentingan nasional sehingga pemerintah selayaknya memberikan dukungan penuh.
Mereka tidak hanya membantu meningkatkan ekonomi, tapi juga memperkenalkan budaya lokal. Seperti diketahui, sebulan terakhir, sedikitnya empat bintang besar K-pop menyam paikan permintaan maaf dan mengumumkan pengunduran diri dini dari dunia hiburan.
Mereka rata-rata mundur setelah diduga terlibat dalam sebuah grup KakaoTalk tempat penyebaran video seksual, baik dirinya sendiri ataupun orang lain. Penyanyi Jonn-young juga ditahan atas dakwaan serupa, Kamis (21/3). Kasus ini dinilai menjadi titik puncak dari permasalahan sosial yang menimpa Korsel.
Berdasarkan hasil penyelidikan, sekitar 1.600 orang, mayoritas perempuan, telah diawasi kamera pengintai dan sebagian ditayangkan secara live streaming. Pada tahun lalu polisi Seoul mengerahkan seluruh polisi wanita (polwan) untuk menyisir 20.000 toilet umum guna memusnahkan kamera pengintai.
Dengan koneksi internet paling cepat di dunia dan akses internet yang luas, konten video erotis via live streaming juga kian populer dan menyebar begitu cepat di Korsel. Bintang K-pop juga diyakini terlibat dalam berbagai skandal sejak beberapa tahun lalu. Faktanya Jonn-young dilaporkan sudah melakukan pelecehan seksual dan menyebarkan video seks sejak 2014.
Namun perusahaan hiburan tempat mereka bekerja diduga menutupinya agar citra bintang K-pop tidak lagi ternoda. Wakil Presiden Himpunan Persatuan Perempuan Korsel Kim Yong-soon mengatakan, budaya erotis lama terhapus di Korsel. Namun penyakit itu kembali mengidap masyarakat Korsel setelah adanya internet. “Budaya itu tidak berhenti sekalipun gencarnya pergerakan feminisme dan #MeToo,” katanya seperti dikutip cnn.com.
Selama pertemuan darurat dengan aktivis pada pekan ini, Menteri Keluarga dan Kesetaraan Gender Korsel Jin Sun-mee mendesak masyarakat Korsel agar menghapus budaya pelecehan seksual terhadap perempuan. “Hentikan! Laporkan jika terjadi! Perempuan juga manusia yang memiliki perasaan,” ujar Sun-mee.
Saat polisi Korsel membangun kesadaran sosial dengan mengampanyekan perlawanan terhadap kamera pengintai untuk melindungi kaum perempuan, mereka diyakini sebisa mungkin menghindari foto figur yang merepresentasikan K-pop. Alhasil figurnya sedikit gemuk dengan pipi kemerahan dan bercelana pendek.
Polisi Korsel meminta maaf dan mencabut seluruh kampanye karena dianggap tidak akurat dan menyinggung jutaan perempuan Korsel. Sebab pelaku bukan hanya “sampah” masyarakat, tapi juga orang-orang biasa yang dianggap normal. Tuduhan terhadap bintang K-pop membuat kasus ini kian kompleks. Tidak seperti di AS, penjualan dan penyebaran pornografi termasuk tindakan yang melanggar hukum di Korsel. Situs porno juga diblok dan tidak dapat diakses secara mudah.
Dengan demikian banyak warga Korsel yang menyebarkan video eksplisit tersebut diaplikasi tukar pesan atau media sosial. “Masalah ini sudah merata di seluruh lapisan masyarakat,” kata Choi Mi-jin, Presiden Women Labor Law Support Center.
“Skandal ini mengekspos bagaimana laki-laki secara umum memandang perempuan,” tambahnya. Puluhan ribu perempuan Korsel juga memprotes keras pembuatan film dewasa di daerah Seoul Pusat. Profesor hukum dari Ewha Law School, Park Kwi-cheon, menambahkan, persepsi itu membuat laki-laki tidak merasa bersalah ketika merekam seksisme perempuan tanpa sepengetahuan korban. “Contoh sederhananya ialah mengambil foto teman perempuan di kampus dan membagian seksualitasnya di grup chat,” terangnya.
Skandal VIP
Ahli budaya populer Jung Duk-hyun mengatakan, label dan perusahaan hiburan K-pop membina para artis sejak dini. Mereka tidak hanya diatur secara ketat, tapi juga dipoles sempurna, baik dari segi penampilan ataupun suara. Selama mengikuti pelatihan, beberapa artis terputus dari lingkungan sosial secara penuh. Dari peraturan kontrak, artis K-pop juga dilarang menjalin hubungan asmara selama beberapa tahun agar fans semakin memujanya.
Menurut Duk-hyun, transisi spontan dari isolasi menuju popularitas menciptakan lingkungan tidak sehat. Tanpa ada tempat curhat, para artis akhirnya melampiaskannya di bar dan klub. Klub malam Burning Sun di Gangnam, Seoul, juga menjadi tempat “suaka” bagi para artis papan atas K-pop .
Klub yang dimiliki Seungri, anggota boyband Big Bang, itu tidak hanya menawarkan prostitusi kelas VIP, tapi juga menjadi tempat penyalahgunaan dan penyelundupan narkoba serta pelecehan seksual dan pemerkosaan. Atas kasus itu, Burning Sun telah ditutup pada akhir bulan lalu.
Seungri juga lengser dari Burning Sun dan keluar dari Big Bang setelah dituduh menyebarkan video seks dan menjadi mucikari prostitusi bagi investor asing. “Fans K-pop hanya diiming-imingi fantasi dari sistem yang hampir tidak dapat ditembus,” kata Duk-hyun.
K-pop juga bukanlah industri yang hanya memproduksi bintang laki-laki, tapi juga bintang perempuan. Girlband seperti Girls Generation, Red Velvet, dan Black Pink juga menggalang popularitas tinggi di dunia. Namun penampilan artis perempuan K-pop yang sangat seksi banyak mengundang kritikan dari warga Korsel.
“Pelecehan terhadap perempuan seperti pengumbaran tubuh seksi sebenarnya dipromosikan oleh K-pop itu sendiri,” ujar ahli budaya Korsel dari Universitas British Columbia, CedarBough Saeji.
Bahkan apa yang tengah terjadi juga memengaruhi produk domestik bruto (PDB) Korsel. Sebab, seiring melejitnya K-pop sebagai salah satu fenomena budaya terbesar yang menerpa Asia sejak 1999, K-pop membawa dampak nyata terhadap perekonomian negeri tersebut. Lembaga Pemerintah Korsel mengestimasi K-pop menyumbangkan lebih dari USD11 miliar terhadap ekonomi Korsel pada 2014 atau berkontribusi sebesar 0,2% terhadap PDB Korsel.
Kekhawatiran bahwa skandal K-pop akan turut memengaruhi perekonomian Korsel disampaikan pakar musik Bernie Cho. Karena itu setiap pelanggaran yang melibatkan mereka, termasuk kesalahan kecil pun, pasti ada sanksi yang dijatuhkan label dan mereka yang melakukan kesalahan akan dipaksa menyampaikan permintaan maaf secara terbuka.
“Sebab skandal itu tidak hanya mengguncang industri hiburan, tapi juga finansial. Banyak perusahaan Korsel yang kehilangan nilai saham,” ujar Bernie Cho. Berdasar riset yang dilakukan Hyundai Research Institute (HRI), sumbangan pendapatan K-pop terhadap Korsel pada tahun lalu dipimpin boyband dan girlband.
Boyband BTS sukses menyumbangkan sekitar 4,1 triliun won (Rp52,6 triliun, kurs Rp12,8 perwon) per tahun terhadap perekonomian Korsel. Angka itu setara dengan total penjualan gabungan tahunan 26 perusahaan kelas menengah di negara tersebut. Riset lembaga itu juga mengungkapkan, satu dari 13 wisatawan mancanegara (wisman) yang berkunjung ke Korsel pada 2017 adalah penggemar BTS.
Mereka datang berkelompok dari berbagai negara untuk menonton konser Bangtan Boys itu. “Sebanyak 800.000 turis asing atau 7% dari total 10,4 juta wisman diyakini memilih Korsel sebagai destinasi wisata karena BTS,” ungkap HRI seperti dikutip channelnewsasia.com .
Selain itu BTS mendorong nilai ekspor Korsel sebesar USD1,1 miliar atau 1,7% dari total ekspor USD65,2 miliar untuk pakaian, kosmetik, dan makanan. HRI memprediksi dampak ekonomi yang ditimbulkan dapat mencapai 41,8 triliun won (Rp536,5 triliun) dalam 10 tahun ke depan jika BTS mampu menjaga prestasi, citra, pamor, dan popularitas. Saat ini reputasi BTS naik.
Boyband beranggotakan tujuh orang itu memuncaki tangga nada album di Amerika Serikat (AS). Atas besarnya dampak ekonomi K-pop tersebut, selama ini Pemerintah Korsel memberikan dukungan penuh kepada mereka. Direktur Jenderal Pariwisata Korsel Kim Gwang-soo mengatakan K-pop dan K-drama telah memberikan keuntungan besar terhadap kepentingan nasional sehingga pemerintah selayaknya memberikan dukungan penuh.
Mereka tidak hanya membantu meningkatkan ekonomi, tapi juga memperkenalkan budaya lokal. Seperti diketahui, sebulan terakhir, sedikitnya empat bintang besar K-pop menyam paikan permintaan maaf dan mengumumkan pengunduran diri dini dari dunia hiburan.
Mereka rata-rata mundur setelah diduga terlibat dalam sebuah grup KakaoTalk tempat penyebaran video seksual, baik dirinya sendiri ataupun orang lain. Penyanyi Jonn-young juga ditahan atas dakwaan serupa, Kamis (21/3). Kasus ini dinilai menjadi titik puncak dari permasalahan sosial yang menimpa Korsel.
Berdasarkan hasil penyelidikan, sekitar 1.600 orang, mayoritas perempuan, telah diawasi kamera pengintai dan sebagian ditayangkan secara live streaming. Pada tahun lalu polisi Seoul mengerahkan seluruh polisi wanita (polwan) untuk menyisir 20.000 toilet umum guna memusnahkan kamera pengintai.
Dengan koneksi internet paling cepat di dunia dan akses internet yang luas, konten video erotis via live streaming juga kian populer dan menyebar begitu cepat di Korsel. Bintang K-pop juga diyakini terlibat dalam berbagai skandal sejak beberapa tahun lalu. Faktanya Jonn-young dilaporkan sudah melakukan pelecehan seksual dan menyebarkan video seks sejak 2014.
Namun perusahaan hiburan tempat mereka bekerja diduga menutupinya agar citra bintang K-pop tidak lagi ternoda. Wakil Presiden Himpunan Persatuan Perempuan Korsel Kim Yong-soon mengatakan, budaya erotis lama terhapus di Korsel. Namun penyakit itu kembali mengidap masyarakat Korsel setelah adanya internet. “Budaya itu tidak berhenti sekalipun gencarnya pergerakan feminisme dan #MeToo,” katanya seperti dikutip cnn.com.
Selama pertemuan darurat dengan aktivis pada pekan ini, Menteri Keluarga dan Kesetaraan Gender Korsel Jin Sun-mee mendesak masyarakat Korsel agar menghapus budaya pelecehan seksual terhadap perempuan. “Hentikan! Laporkan jika terjadi! Perempuan juga manusia yang memiliki perasaan,” ujar Sun-mee.
Saat polisi Korsel membangun kesadaran sosial dengan mengampanyekan perlawanan terhadap kamera pengintai untuk melindungi kaum perempuan, mereka diyakini sebisa mungkin menghindari foto figur yang merepresentasikan K-pop. Alhasil figurnya sedikit gemuk dengan pipi kemerahan dan bercelana pendek.
Polisi Korsel meminta maaf dan mencabut seluruh kampanye karena dianggap tidak akurat dan menyinggung jutaan perempuan Korsel. Sebab pelaku bukan hanya “sampah” masyarakat, tapi juga orang-orang biasa yang dianggap normal. Tuduhan terhadap bintang K-pop membuat kasus ini kian kompleks. Tidak seperti di AS, penjualan dan penyebaran pornografi termasuk tindakan yang melanggar hukum di Korsel. Situs porno juga diblok dan tidak dapat diakses secara mudah.
Dengan demikian banyak warga Korsel yang menyebarkan video eksplisit tersebut diaplikasi tukar pesan atau media sosial. “Masalah ini sudah merata di seluruh lapisan masyarakat,” kata Choi Mi-jin, Presiden Women Labor Law Support Center.
“Skandal ini mengekspos bagaimana laki-laki secara umum memandang perempuan,” tambahnya. Puluhan ribu perempuan Korsel juga memprotes keras pembuatan film dewasa di daerah Seoul Pusat. Profesor hukum dari Ewha Law School, Park Kwi-cheon, menambahkan, persepsi itu membuat laki-laki tidak merasa bersalah ketika merekam seksisme perempuan tanpa sepengetahuan korban. “Contoh sederhananya ialah mengambil foto teman perempuan di kampus dan membagian seksualitasnya di grup chat,” terangnya.
Skandal VIP
Ahli budaya populer Jung Duk-hyun mengatakan, label dan perusahaan hiburan K-pop membina para artis sejak dini. Mereka tidak hanya diatur secara ketat, tapi juga dipoles sempurna, baik dari segi penampilan ataupun suara. Selama mengikuti pelatihan, beberapa artis terputus dari lingkungan sosial secara penuh. Dari peraturan kontrak, artis K-pop juga dilarang menjalin hubungan asmara selama beberapa tahun agar fans semakin memujanya.
Menurut Duk-hyun, transisi spontan dari isolasi menuju popularitas menciptakan lingkungan tidak sehat. Tanpa ada tempat curhat, para artis akhirnya melampiaskannya di bar dan klub. Klub malam Burning Sun di Gangnam, Seoul, juga menjadi tempat “suaka” bagi para artis papan atas K-pop .
Klub yang dimiliki Seungri, anggota boyband Big Bang, itu tidak hanya menawarkan prostitusi kelas VIP, tapi juga menjadi tempat penyalahgunaan dan penyelundupan narkoba serta pelecehan seksual dan pemerkosaan. Atas kasus itu, Burning Sun telah ditutup pada akhir bulan lalu.
Seungri juga lengser dari Burning Sun dan keluar dari Big Bang setelah dituduh menyebarkan video seks dan menjadi mucikari prostitusi bagi investor asing. “Fans K-pop hanya diiming-imingi fantasi dari sistem yang hampir tidak dapat ditembus,” kata Duk-hyun.
K-pop juga bukanlah industri yang hanya memproduksi bintang laki-laki, tapi juga bintang perempuan. Girlband seperti Girls Generation, Red Velvet, dan Black Pink juga menggalang popularitas tinggi di dunia. Namun penampilan artis perempuan K-pop yang sangat seksi banyak mengundang kritikan dari warga Korsel.
“Pelecehan terhadap perempuan seperti pengumbaran tubuh seksi sebenarnya dipromosikan oleh K-pop itu sendiri,” ujar ahli budaya Korsel dari Universitas British Columbia, CedarBough Saeji.
(don)